Rasa yang Tak Biasa di Tengah Wabah Corona
Rasa yang Tak Biasa di Tengah Wabah Corona
Kalau bisa dibilang sebenarnya masalah yang dihadapi saat ini sama, tentang virus Corona. Sedangkan bagaimana respon dan sudut pandang masing masing akan sangat berbeda persepsi dan sikap.
Penyebaran virus Corona berawal dari Wuhan Cina sekitar akhir tahun 2019 lalu, secara pribadi saya menganggap itu hal lumrah. Tidak merasa khawatir karena penyakit itu hanya terjadi di Cina, itu pikir saya. Bahkan sempat muncul kekaguman saat Cina mampu membuat rumah sakit penanganan corona hanya selama 10 hari.
Akhir Februari 2020 kemudian dibuat tersentak dengan Arab saudi yang mengeluarkan fatwa pelarangan umroh untuk jangka waktu yang belum ditentukan. Padahal yang terkena virus Corona adalah negara sekitarnya dan belum begitu banyak korban kala itu.
Awal Maret kemudian, saya dibuat tertegun dengan berita kasus dan kematian di Negara Italia dan Iran yang penambahannya begitu cepat seperti bilangan eksponensial.
Sampailah virus Corona di Inggris membawa implikasi kebijakan diberhentikannya Liga Inggris sementara waktu. Rasa kecewa tentulah ada, bagaimana mana tidak Liverpool yang diambang juara Liga Inggris tinggal butuh dua kali kemenangan saja untuk jadi champion, sebagai fans prihatinlah jiwa saya. Penantian yang cukup panjang 30 tahun harus menggantung.
Bersamaan dengan itu negaraku tercinta Indonesia masih dalam keadaan aman, katanya. Perasaan tenang dan nyaman melingkupi, terlebih pemerintah seperti giatnya menggenjot roda perekonomian Nevada dengan menghadirkan kebijakan pemberian insentif diskon tiket pesawat agar pariwisata dan perhuhungan tidak ikut lumpuh dengan maraknya berita terkait pendemi corona.
Beberapa pekan selanjutnya terjadi simpang siurnya berita terkait di Depok muncul ada pemberitaan kasus terjangkitnya corona. Khawatir lantas muncul, bisa jadi berita itu benar. Sebagai antisipasi saya cari alat pelindung diri (APD) masker salah satunya, tapi nihil di beberapa apotik. Disusul langkanya hand sanitizer juga alkohol.
Setelah adanya kebenaran virus Corona yang mewabah di Indonesia dan dikeluarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang larangan solat berjamaah di masjid, juga kebijakan untuk home from work serta social distancing membawa kondisi pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan. Takut ada, cemaspun pasti, curiga banyak bermunculan.
Di tengah kekalutan seperti ini, saya kemudian teringat pesan kang Helmy (Founder Pola Pertolongan Allah Institute) dalam buku Kajian 20:80. Dari substansi pesan tersebut saya merasa diantarkan pada ketenangan. Bahwa adanya hukum alam bahwa setiap hasil itu berasal dari ikhtiar hanya 20% saja sedangkan 80% merupakan sunatullah.
Kecemasan akan wabah corona, coba saya imbangi dengan ikhtiar menjaga diri dan keluarga. Menjaga kebersihan, perkuat doa dan ibadah hingga jiwa benar-benar dapat berjumpa dengan ketenangannya.
Demikian strategi saya, bagaimana dengan Anda?