Go back
December 22, 2017

Kembali Bekerja, Saya (Masih) Ibu Baik

Saya butuh banyak pertimbangan untuk membuat keputusan final. Dari segenap kebimbangan untuk kembali bekerja atau tetap full time mendampingi tumbuh kembang anak saya.

Stress? Jujur saja -iya-. Tekanan jiwa akut saya alami, bukan bersumber dari orang lain, tapi dari dalam diri pribadi. Siap gak? Tepatkah? Ideal gak? Dan segala pertanyaan lain yang saya ciptakan lantas jawab sendiri. Dari internal diri saja sudah tertekan, jangan bayangkan bagaimana menghadapi pertanyaan dan komentar orang-orang sekitar.

"Beneran kamu kembali bekerja? Terus pengasuhannya Yahya gimana? ASI nya gimana? Suami gimana?" - dan lain sebagainya.

Saya rapuh banget (itu pasti). Nangis dong. Gak apa-apa biar sempurna identitas saya sebagai wanita. Hahaha.

Untungnya saya punya Allah. Sedikit demi sedikit, perlahan saya mulai bangkit dari kerapuhan. Allah mulai menunjukkan jalan terang, penguatan dariNya datang.

Bismillah - saya kembali bekerja. Suami bilang "Bismillah, kita jalani saja dulu. Semua pilihan pastilah ada resikonya. Kadang kita memang harus keluar dari zona nyaman untuk sebuah mimpi dan keberhasilan".

Dari start saya nitipnya ke Allah, diberi kelancaran itu juga atas kehendak Allah, minta kekuatan dan kemudahan juga ke Allah. Allah dulu, Allah lagi, Allah terus - gitu kalau kata Aa Gym.

Selanjutnya atas komentar orang lain, ditanggapi itu perlu - tapi tidak semua harus direspon dengan baper. Terutama dalam hal keberlanjutan pengasuhan anak, klaim dan hakim itu merajalela di mana-mana (ibu-ibu semua pasti paham), yang mana mereka menilai pilihan diri paling baik-paling tepat dalam mengasuh-paling benar dan ibu lain yang tidak sama dengan pilihan mereka itu salah dan tidak baik. Kejam banget gitu sih? Fakta. Itu memang ada.

Mari berproses lebih bijak - oranglain punya putusan maka yakinlah mereka sudah menimbang banyak hal atas keputusannya. Karena nyatanya ibu yang baik sebagaimana pernah diterangkan Madrasatun Nisa, bahwa

Ibu yang baik bukanlah ibu yang melahirkan normal bukan pula ibu yang melahirkan secara C-Section (Cesar)

Ibu yang baik bukanlah ibu yang full asi bukan pula ibu yang campur asi sama sufor

ibu yang baik bukang yang jaga anak pakai baby sitter bukan pula yang memilih mengasuh sendiri

Ibu yang baik bukan ibu yang memutuskan pakai diapers 24 jam bukan pula yang memutuskan mau pakai popok kain buat bayinya

Ibu yang baik bukan ibu yang kerja kantoran bukan pula Ibu yang kerja dari rumah dan dekat dengan anak bukan pula ibu rumahtangga yang tidak bekerja maupun berbisnis

Ibu baik adalah ibu yang bahagia, menerima dirinya apa adanya, menjadi versi yang terbaik dari dirinya sendiri. Dan mengasuh anak anaknya dengan bahagia, tanpa penghakiman dan ego bahwa dia ibu yang paling benar dan bijak dalam mengasuh keluarga.

Erna,