Mama Dongeng
[caption id="attachment_17" align="aligncenter" width="506"] Foto: ern[/caption]
Semenjak Yahya lahir, mau tidak mau - suka tidak suka, kapasitas saya 'harus' nambah satu. Pendongeng.
Berawal dari tekad untuk mengenalkan si kecil ke buku sedini mungkin. Maka pilihan mendongeng menjadi kewajiban penyerta yang tak mampu saya dustai. Heleh.
Bagaimana lagi, ketertarikan anak di usia under 3 bulan itu masih di benda-benda high contras (hitam putih), sedang mayoritas buku bayi yang dimiliki Yahya sudah warna warni. Mendongeng sembari mengenalkan ia pada bentuk bukulah yang menjadi pilihan. Setelah masuk di usia 5/6 bulanan ini saja bayi sudah mulai tertarik dengan full colour dan gambar-gambar lucu sejenisnya.
Setertariknya pada gambar di buku, tetep dibutuhkan narator, dubber untuk sounding konten cerita ke anak. Berdasar informasi dan pengamatan, ternyata benar, dengan menggunakan peraga penunjang si kecil lebih tertarik, lebih komunikatif.
Tentu saja dengan kondisi kayak gitu, merasa tertuntut untuk upgrade diri dong, kepo info ke sana ke sini. Cari literatur ini itu. Pilih referensi a-b-c. Alhasil kayak sekaranglah.
Keseharian Yahya banyak dilingkupi bonekah (duh, Nak maafin bundamu ini) 😅. Eits tapi bukan, itu bukan untuk teman permainan semata. Mengemas bonekah dan gift sejenis lainnya sebagai media cerita dan tanam nilai ke Yahya.