Go back
May 20, 2017

SUARA YAHYA TENTANG BERBEDA

[caption id="attachment_155" align="aligncenter" width="640"] BUNDA YAHYA Foto: ern[/caption]

Bun, menulis itu memang beresensi tinggi. Dari sana kita bisa menebarkan suara kita sampai bahkan mampu menggiring opini publik. Mengajak bahkan menjadi penggerak.

Tapi Bunda, didik terus Yahya ya, hingga Yahya menulis bukan semata-mata untuk membumikan apa yang Yahya pribadi nilai benar. Tapi Yahya memadupadankan antara data dalam fakta yang ada, mengumpulkannya, menganalisa berlanjut menyimpulkan. Itukan sistematika yang diminta dalam pengetahuan?

Bunda, tempo waktu. Ayah berikan kabar tentang tulisan seorang kakak yang viral dengan pendapatnya. Ia menulis tentang menghargai perbedaan, bagaimana seorang dapat berlaku konsisten dan bijak menyemai kerukunan dalam perbedaan. Menganggap satu sama lain adalah sama, tidak ada beda.

Tapi Bunda, kalaulah memang demikian, kenapa seorang Rasul Muhammad rela meniadakan tangis dan menahan lara karena tekadnya untuk menyeru pada ketauhidan kalau pada ujung-ujungnya dipahami bahwa semua keyakinan adalah sama? Dan kalau sang kakak bilang, Jawa dan Cina adalah sama, Indonesia. Lantas di mana letak kedaulatan?

Duhai Bunda, ajaklah aku untuk bertemu dengan sang kakak tercinta. Biarlah Yahya duduk bersamping dengannya, menuai bahasan dengan cakapan yang menentramkan. Agarlah kami dan kita semua paham, berbeda untuk jadi tentram itu tidaklah dengan mengakui semua sama. Tapi cukuplah saling meyakini warna kita masing-masing dan menghargai bahwa ada batas sebrang yang tak pantas dilebursatukan. Tentang warisan, tentang perbedaan. Bahwasanya memang perbedaan bukanlah sebuah perjuangan atas warisan, tapi keteguhan tentang keyakinan. Meyakini apa yang kita tapaki atas kesadaran kehendak kita, bukan perintah keluarga atau saudara.

Yahya dan Bunda, 20 Mei 2017 | Ngawi